Friday, December 9, 2011

Seorang Wanita dan Tukang Besi.


Ketika si tukang besi sedang duduk di rumahnya melepas lelah setelah seharian bekerja, tiba-tiba terdengar pintu rumahnya diketuk orang. Si tukang besi keluar untuk melihatnya, pandangannya menubruk pada sesosok wanita cantik yang tak lain adalah tetangganya.

“Saudaraku, aku menderita kelaparan. Jika bukan karena tuntutan agamaku yang menyuruh untuk memelihara jiwa (hifdz al-Nafs), aku tidak akan datang ke rumahmu. Maukah engkau memberikan makanan padaku karena Allah?” Tutur wanita itu.

Ketika itu, memang tengah datang musim paceklik (kemarau). Sawah dan ladang mengering. Tanah pecah berbongkah-bongkah. Padang rumput menjadi tandus hingga hewan ternak menjadi kurus dan akhirnya mati. Makanan menjadi langka, maka tak pelak kelaparan melanda sebagian besar penduduk desa itu. Hanya sebagian kecil yang masih bisa bertahan.

“Tidakkah engkau tahu bahwa aku mencintaim? Akan kuberi engkau makanan, tetapi engkau harus melayaniku semalam,” kata tukang besi itu.
Si tukang besi memang jatuh hati kepada tetangganya itu. Dia merayunya dengan berbagai cara dan taktik, namun tak juga berhasil meluluhkan hati wanita itu.
“Lebih baik mati kelaparan daripada durhaka kepada Allah,” ujar wanita itu lagi sambil berlalu menuju rumahnya.

Setelah dua hari berlalu, wanita itu kembali mendatangi rumah si tukang besi dan mengatakan hal yang sama. Demikian pula jawaban si tukang besi. Ia akan memberi makanan asalkan wanita itu mau menyerahkan dirinya. Mendengar jawaban yang sama, wanita itupun kembali ke rumahnya.
Dua hari kemudian, wanita itu datang lagi ke rumah tukang besi itu dalam keadaan payah. Suaranya parau, matanya sayu, dan punggungnya membungkuk karena menahan lapar yang tiada tara. Ia kembali mengatakan hal serupa. Begitu pula jawaban si tukang besi, sama dengan yang sudah-sudah. Wanita itu kembali ke rumahnya dengan tangan kosong untuk kali ketiga.
Ketika itulah, Allah memberikan hidayah-Nya kepada si tukang besi. “Sungguh celaka aku ini, seorang wanita mulia datang kepadaku, dan aku terus berlaku dzalim kepadanya,” tutur tukang besi dalam hatinya. “Ya Allah aku bertaubat kepada-Mu dari perbuatanku dan aku tidak akan mengganggu wanita itu lagi selamanya.”

Si tukang besi itu bergegas mengambil makanan dan pergi ke rumah wanita itu. Diketuknya pintu rumah wanita itu. Tak lama berselang, kerekek…terlihat pintu terbuka dan muncullah sesosok wanita yang nampak kuyu. Melihat si tukang besi berdiri di depan pintu rumahnya, wanita itu bertanya, “Apa keperluanmu datang ke rumahku?”
“Aku bermaksud mengantarkan sedikit makanan yang aku punya. Jangan khawatir, aku memberinya karena Allah,” jawab si tukang besi itu.
“Ya Allah, jika benar apa yang dikatakannya, maka haramkanlah ia dari api di dunia dan akhirat,” tutur wanita itu seraya menengadahkan kedua tanganya ke langit.
Si tukang besi itu pulang ke rumahnya. Ia memasak makanan yang tersisa buat dirinya. Tiba-tiba secara tak sengaja bara api mengenai kakinya, namun kaki si tukang besi itu tidak terbakar. Bergegas ia menemui wanita itu lagi.
“Wanita yang mulia, Allah telah mengabulkan doamu,” ujar si tukang besi.
Seketika itu, wanita itu sujud syukur kepada Allah.
“Ya Allah engkau telah mewujudkan doaku, maka cabutlah nyawaku saat ini juga.” Terdengar suara lirih dari mulut wanita itu dalam sujudnya. Allah kembali mendengar doanya. Wanita itupun berpulang ke Rahmatullah dalam keadaan sujud.
Demikianlah kisah seorang wanita yang menjaga kehormatannya meskipun harus menahan rasa lapar yang tiada tara.

Setiap muslimah mestinya dapat mengambil i’tibar (pelajaran berharga) dari berbagai kisah wanita shalihah yang telah diuraikan di muka. Merekalah yang mestinya dijadikan suri tauladan dalam kehidupan keseharian, bukan para artis yang menawarkan gaya hidup hedonisme dan materialisme
Dikutip dari buku "Bidadari Dunia Potre Ideal Wanita Muslim", Muh. Syafi'i Al-Bantani


Friday, October 28, 2011

Matahari pada tanggal 28 Oktober

Surabaya, 28 Oktober 2011.
06:13 WIB.

Hari ini, tepat tanggal 28 Oktober 2011, teringat cerita guru2 sejarah pada masa2 aku sekolah SD, SMP, SMA tentang Sumpah Pemuda. Sebuah peringatan tentang cermin semangat para pemuda-pemudi Indonesia pada masa 83 tahun silam.

Berikut ini adalah sedikit cerita tentang sumpah pemuda yang aku sadur dari sumpahpemuda.org :


SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA
Kedua :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA
Ketiga :
- KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA
Djakarta, 28 Oktober 1928

Teks Soempah Pemoeda dibacakan pada waktu Kongres Pemoeda yang diadakan di
Waltervreden (sekarang Jakarta) pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928 1928.
Panitia Kongres Pemoeda terdiri dari :
Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)
Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Peserta :
  1. Abdul Muthalib Sangadji
  2. Purnama Wulan
  3. Abdul Rachman
  4. Raden Soeharto
  5. Abu Hanifah
  6. Raden Soekamso
  7. Adnan Kapau Gani
  8. Ramelan
  9. Amir (Dienaren van Indie)
  10. Saerun (Keng Po)
  11. Anta Permana
  12. Sahardjo
  13. Anwari
  14. Sarbini
  15. Arnold Manonutu
  16. Sarmidi Mangunsarkoro
  17. Assaat
  18. Sartono
  19. Bahder Djohan
  20. S.M. Kartosoewirjo
  21. Dali
  22. Setiawan
  23. Darsa
  24. Sigit (Indonesische Studieclub)
  25. Dien Pantouw
  26. Siti Sundari
  27. Djuanda
  28. Sjahpuddin Latif
  29. Dr.Pijper
  30. Sjahrial (Adviseur voor inlandsch Zaken)
  31. Emma Puradiredja
  32. Soejono Djoenoed Poeponegoro
  33. Halim
  34. R.M. Djoko Marsaid
  35. Hamami
  36. Soekamto
  37. Jo Tumbuhan
  38. Soekmono
  39. Joesoepadi
  40. Soekowati (Volksraad)
  41. Jos Masdani
  42. Soemanang
  43. Kadir
  44. Soemarto
  45. Karto Menggolo
  46. Soenario (PAPI & INPO)
  47. Kasman Singodimedjo
  48. Soerjadi
  49. Koentjoro Poerbopranoto
  50. Soewadji Prawirohardjo
  51. Martakusuma
  52. Soewirjo
  53. Masmoen Rasid
  54. Soeworo
  55. Mohammad Ali Hanafiah
  56. Suhara
  57. Mohammad Nazif
  58. Sujono (Volksraad)
  59. Mohammad Roem
  60. Sulaeman
  61. Mohammad Tabrani
  62. Suwarni
  63. Mohammad Tamzil
  64. Tjahija
  65. Muhidin (Pasundan)
  66. Van der Plaas (Pemerintah Belanda)
  67. Mukarno
  68. Wilopo
  69. Muwardi
  70. Wage Rudolf Soepratman
  71. Nona Tumbel
Catatan :
Sebelum pembacaan teks Soempah Pemoeda diperdengarkan lagu"Indonesia Raya"
gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.
  1. Teks Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 bertempat
    di Jalan Kramat Raya nomor 106 Jakarta Pusat sekarang menjadi Museum Sumpah
    Pemuda, pada waktu itu adalah milik dari seorang Tionghoa yang bernama Sie
    Kong Liong.
  2. 2. Golongan Timur Asing Tionghoa yang turut hadir sebagai peninjau
    Kongres Pemuda pada waktu pembacaan teks Sumpah Pemuda ada 4 (empat) orang
    yaitu :
    a. Kwee Thiam Hong
    b. Oey Kay Siang
    c. John Lauw Tjoan Hok
    d. Tjio Djien kwie



Semangat yang pantang menyerah, terus membakar jiwa mereka demi bangsa yang mereka cintai ini, melalui perjuangan yang bertaruh nyawa, dengan satu tujuan yaitu mengusir penjajah datri tanah air indonesia, pada waktu itu.
Dari semangat itulah, lahir SUMPAH PEMUDA pada tanggal 28 Oktober 1928.
Dan sekarang, kita yang patut meneruskan perjuangan pemuda pendahulu2 kita.

Selamat hari Sumpah Pemuda saudara - saudara ku setanah air.

Wednesday, September 21, 2011

Cinta Tak Selalu Berwujud Bunga

sekedar di baca aja, kalau kalian suka just "like it"...
cerita ini aku dapet dr salah satu blog orang, ceritanya bagus dan sedikit memberikan suatu pelajaranlah buat kita para lelaki yang kelak menjadi calon pemimpin rumah tangga,,,,


------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suamiku adalah seorang insinyur. Aku mencintai sifatnya yang
alami & aku suka perasaan hangat yang muncul di hatiku kala bersandar di
bahunya yang bidang.


Tiga tahun dalam masa perkenalan, & dua tahun dalam
pernikahan, harus kuakui, bahwa aku mulai merasa lelah. Alasan-alasan aku
mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.


Aku adalah seorang wanita yang sentimentil & benar-benar
sensitif, serta berperasaan halus. Aku merindukan saat-saat romantis seperti
seorang anak kecil yang menginginkan permen.


Tapi semua itu tidak pernah aku dapatkan. Suamiku jauh
berbeda dari yang aku harapkan. Rasa sensitifnya kurang. Dan ketidakmampuannya
dalam menciptakan suasana romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan
semua harapanku akan cinta yang ideal.


Suatu hari aku beranikan diri untuk mengatakan keputusanku
kepadanya, bahwa aku ingin bercerai.


“Mengapa?,” dia bertanya dengan terkejut.


“Aku lelah. Kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang aku
inginkan.”


Dia terdiam & termenung sepanjang malam didepan
komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.


Kekecewaanku makin bertambah. Seorang pria yang bahkan tidak
dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa aku harapkan darinya?
Akhirnya dia bersuara,”Apa yang bisa aku lakukan untuk mengubah pikiranmu?”


Aku tatap matanya dalam-dalam & menjawab pelan,”Aku
punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya dalam hatiku, aku akan
mengubah keputusanku. Seandainya aku menyukai setangkai bunga indah yang hanya
ada di suatu tebing gunung, dan kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu
kamu akan mati. Apakah kamu akan tetap melakukannya demi aku?”


Dia termenung dan berkata,”Aku akan memberikan jawabannya
besok.”


Hatiku langsung gundah mendengar jawabannya.


----

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan aku menemukan
selembar kertas dengan coretan tanganya dibawah sebuah gelas yang berisi susu
hangat yang bertuliskan…


“Sayang, aku tidak akan mengambil bunga itu untukmu. Tapi
ijinkan aku untuk menjelaskan alasannya.”


Kalimat pertama ini sudah cukup meruntuhkan hatiku. Aku coba
untuk melanjutkan membacanya.


“Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan
program di PC-nya dan akhirnya menangis didepan monitor. Dan saya harus
memberikan jari-jari saya supaya bisa membantumu & memperbaiki programnya.


“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar
rumah, & saya harus memberikan kaki saya untuk bisa mendobrak pintu, dan
membukakan pintu untukmu ketika pulang.


“Kamu suka jalan-jalan keluar kota, tapi selalu nyasar di tempat-tempat
baru yang baru kamu kunjungi, aku harus menunggu di rumah agar bisa memberikan
mataku untuk mengarahkanmu.


“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu ‘teman baikmu’ datang
setiap bulannya, dan aku harus memberikan tanganku untuk memijat kakimu yang
pegal hingga kamu tertidur.


“Kamu senang diam di rumah, dan aku selalu kuatir kamu akan
menjadi ‘aneh’. Dan aku harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di
rumah. Atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu & konyol
yang aku alami.


“Kamu selalu menatap laptop-mu, membaca buku sambil tiduran,
dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Aku harus menjaga mataku agar ketika
kita tua nanti aku masih bisa menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti
ubanmu.


“Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menyusuri
pantai, menikmati matahari pagi & pasir yang indah. Menceritakan warna-wani
bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu.


“Tapi sayangku, aku tidak akan mengambil bunga itu untuk
mati.


“Karena aku tak sanggup melihat air matamu mengalir
menangisi kematianku.


“Aku tahu ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari
aku mencintaimu. Untuk itu, Sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku,
kakiku, mataku tidak cukup bagimu, aku tidak bisa menahan dirimu untuk mencari
tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakanmu.”


Air mataku tumpah diatas tulisannya hingga membuat tintanya
menjadi kabur, tap aku berusaha tetap membacanya.


“Dan sekarang, Sayangku, kamu telah selesai membaca jawabanku.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal
di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, aku sekarang sedang berdiri
disana menunggu jawabanmu.


“Atau jika kamu tidak puas, biarkan aku masuk untuk
membereskan barang-barangku dan aku tidak akan mempersulit hidupmu.


“Percayalah, bahagiaku bila kamu bahagia.”


Aku segera berlari membuka pintu & melihatnya berdiri di
depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu & roti
kesukaanku.


Oh Tuhan, kini aku tahu, tidak ada orang yang pernah
mencintaiku lebih dari dia mencintaiku.


Itulah cinta, disaat kita merasa cinta intu telah
berangsur-angsur hilang dari hati karena kita merasa dia tidak dapat memberikan
cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka sesungguhnya cinta itu telah hadir
dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

---

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta
dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.


Karena cinta tidak selalu harus berwujud “bunga”.

Sebuah Muhasabah

artikel baru yg aq dapat, sebuah perihal buat kita agar selalu ingat kepada SANG PENGUASA ALAM,,
untuk kita renungan kembali, agar kita menjadi manusia yg lebih baik...

artikel ini aq copy paste dari sebuah blog,,,

==============================================================

Pada sebuah perjalanan di akhir minggu kemarin aku menyempatkan diri singgah di sebuah mushalla kecil dekat tempatku menitipkan kendaraan, untuk menunaikan shalat dhuhur. Sebuah mushalla yang berdiri di sebuah tempat sederhana dengan pekarangan lembab dan becek karena hujan. Ubin tempat wudhunya pun kotor terkena bercak lumpur merah yang tak sempat disiram. Terbersit perasaan sedih melihat suasana itu, mengingat tempat ini adalah "Rumah Allah".

Seorang anak muda terlentang tidur-tiduran di bawah kipas angin berdebu. Posisi tidurnya membuatku harus mencari tempat agak ke belakang, maklum mushalla ini memiliki ruangan yang kecil. Tak lama setelah itu ia tersadar dan ketika melihatku shalat di belakangnya, ia pun segera bangun dan bersandar di sebuah pilar di tengah ruangan. Tapi terlambat karena aku telah ber-takbiratul ihram, untuk memulai shalat.

Di sudut kiri depan seorang bapak bersarung-berpeci shalat dengan khusuknya. Setelah melihat bapak itu mengucapkan salam, tiba-tiba si anak muda bangkit dan mengumandangkan iqomat. Wah...ternyata shalat berjamaah baru saja dimulai, padahal kupikir shalat dhuhur berjamaah telah lama berlangsung. Tanpa kusadari bahwa adzan belum lama berselang, dan rupanya si anak muda tadi tiduran sambil menunggu jamaah berdatangan. Setelah menunggu cukup lama, sholat berjamaah itu pun berlangsung hanya diikuti satu orang ma'mum saja. Ada rasa menyesal di hatiku tak ikut shalat bersama mereka.

Aku mengakhiri shalat sebelum mereka selesai. Pandangan mataku menyapu ke sekeliling ruangan dan merasa tertarik dengan tempelan-tempelan kertas kusam di papan pengumuman. Ada gambar posisi shalat berjamaah yang benar, termasuk posisi kaki saat kita menjadi ma'mum. Selembar kertas berjudul "Sebuah Muhasabah" memancing rasa ingin tahuku untuk membacanya.

Ada banyak poin pertanyaan ditulis di situ sehingga sulit bagiku untuk mengingatnya. Tapi beberapa poin penting sempat terekam di otakku, diantaranya adalah pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Sudahkah Anda menjaga shalat Anda dengan memenuhi panggilan menunaikan shalat 5 waktu secara berjamaah di masjid?
2. Sudahkah Anda shalat secara khusuk, dengan memahami apa yang Anda ucapkan?
3. Sudahkah Anda menunaikan shalat fajar di masjid? (Di sini tidak disebutkan shalat subuh karena diasumsikan bahwa orang yang shalat fajar pasti shalat subuh).
4. Sudahkah Anda membiasakan diri melaksanakan shalat rawatib di sela shalat wajib?
5. Apakah Anda selalu mengingat asma Allah dengan berdzikir usai melaksanakan shalat?
6. Apakah Anda telah bersholawat untuk nabi kita
7. Sudahkah Anda membaca Kalam Ilahi hari ini?
8. Sudahkah Anda membaca Hadits Rasulullah hari ini?
9. Apakah Anda telah berupaya mengurangi bercanda dan banyak tertawa?

Sebuah hadits menyertai pertanyaan di atas. Rasulullah pernah berpesan kepada Abu Hurairah untuk mengurangi tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati. Begitu sabda beliau.
10. Sudahkah Anda berusaha menjauhi orang yang suka mengajak anda berbuat keburukan...?
Dan masih banyak lagi pertanyaan yang tak sempat aku baca.

Deg...! Hatiku berdebar keras membaca pertanyaan demi pertanyaan tadi yang isinya sangat menohok dengan telak jantungku. Tiba-tiba sebuah cermin serasa berada di depanku memperlihatkan tubuhku yang kumal dan compang-camping. Pantaskah orang seperti ini masuk ke surgamu ya Rabb? Aku limbung, kakiku terasa lemas menahan tubuh ini. Begitu banyak urusan dunia sehingga banyak kewajiban yang Kau buat pun terlewatkan. Aku malu pada diriku yang terlalu banyak memohon dan berharap kemurahanMu, sementara aku masih sering melupakanMu, melupakan kewajibanku. Ya Allah ampuni hambaMu yang dhoif ini.

Di sebuah tempat yang kecil, becek dan kumuh ini telah Kau berikan cahaya buat hatiku yang gelap untuk bermuhasabah, introspeksi diri. Semoga saja aku segera tersadarkan dan mulai meningkatkan kualitas hidup dalam persiapan menghadap ke arasyMu nanti.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More